Pengertian Boiler
Boiler merupakan mesin kalor (thermal engineering) yang menstransfer energi
–energi kimia atau energi otomis menjadi kerja (usaha) (Muin 1988:28). Boiler atau
ketel steam adalah suatu alat
berbentuk bejana tertutup yang digunakan
untuk menghasilkan steam.
{tocify} $title={Daftar Isi Artikel}
Steam diperoleh
dengan memanaskan bejana yang
berisi air dengan bahan bakar (Yohana dan Askhabulyamin 200:13). Boiler
mengubah energi – energi kimia menjadi bentuk energi yang lain untuk
menghasilkan kerja. Boiler dirancang untuk melakukan atau memindahkan kalor
dari suatu sumber pembakaran, yang biasanya berupa pembakaran bahan bakar.
Boiler terdiri dari 2 komponen utama, yaitu :
- Furnace (ruang bakar) sebagai alat untuk mengubah energi kimia menjadi energi panas.
- Steam Drum yang mengubah energi pembakaran (energi panas) menjadi energi potensial steam (energi panas).
Boiler pada dasarnya terdiri dari drum yang tertutup ujung dan pangkalnya
dan dalam perkembangannya dilengkapi
dengan pipa api
maupun pipa air. Banyak orang yang mengklasifikasikan ketel
steam tergantung kepada sudut pandang masing – masing (Muin 1998 :8).
2.2 Boiler Pipa Api ( Fire Tube Boiler)
Boiler pipa api
merupakan pengembangan dari ketel lorong api dengan menambah pemasangan pipa
–pipa api, dimana gas panas hasil pembakaran dari ruang bakar mengalir didalamnya,
sehingga akan memanasi dan menguapkan air yang berada di sekeliling pipa –pipa
api tersebut. Pipa - pipa api berada atau terendam didalam air yang akan
diuapkan. Volume air kira – kira ¾ dari tangka ketel.
Jumlah pass dari boiler tergantung dari jumlah laluan vertikal dari
pembakaran diantara furnace dan pipa –pipa api. Laluan gas pembakaran pada
furnace dihitung sebagai pass pertama boiler jenis ini banyak dipakai untuk
industri pengolahan mulai skala kecil sampai skala menengah (Raharjo dan
Karnowo 2008: 180).
Dalam perancangan boiler ada beberapa faktor penting yang harus
dipertimbangkan agar boiler yang direncanakan dapat bekerja dengan baik sesuai
dengan yang dibutuhkan. Faktor yang mendasari pemilihan jenis boiler adalah
sebagai berikut :
a. Kapasitas yang digunakan
b. Kondisi steam yang dibutuhkan
c. Bahan bakar yang dibutuhkan
d. Konstruksi yang sederhana dan perawatan mudah
e.
Tidak
perlu air isian yang berkualitas tinggi
Kerugian ketel pipa api :
1.
Tekanan
steam hasil rendah
2.
Kapasistas
kecil
3.
Pemanasan
relatif lama
Prinsip aliran gas dalam ketel steam pipa api ada 3 macam :
1.
Kostruksi dua
laluan (pass)
Konstruksi ini
merupakan konstruksi ketel scoth yang mula – mula lorong api yang besar
dibutuhkan untuk mendapatkan bidang – bidang pemanas yang luas.
2.
Konstruksi tiga
laluan (pass)
Konstruksi ini gas
asap melewati jalan yang lebih panjang sebelum meninggalkan cerobong, sehingga
dapat menaikkan effisiensi kalor, akan tetapi tenaga yang dibutuhkan draft fan
akan membesar akibat kerugian tekanan gas asap.
3.
Konstruksi empat
laluan (pass)
Konstruksi ini
merupakan unit yang
mempunyai efisiensi yang
lebih tinggi, karena jalan asap menjadi lebih panjang, maka tenaga draft fan.
menjadi lebih
besar pula. Agar gas asap lebih tinggi dibuat ukuran pipa – pipa untuk pass –
pass berikut yang lebih kecil. Untuk lebih jelas
boiler pipa api tipe vertikal dapat dilihat pada (gambar 1)
![]() |
Gambar 1. Boiler Vertikal (Sumber : Science.howstuffworks.com) |
2.3 Dasar Termodinamika
Termodinamika adalah ilmu yang mempelajari perpindahan energi ketika suatu
sistem mengalami proses termodinamika dari suatu keadaan ke keadaan lain.
Berbagai aplikasi teknik yang menunjukkan pentingnya prinsip-prinsip termodinamika
teknik seperti pada sistem energi alternatif, pembangkit listrik, sistem
pendingin, pompa kalor merupakan sistem – sistem yang menghasilkan suatu
konversi energi (Sutini Pujiastuti Lestari, 2011).
2.3.1 Hukum Termodinamika 1
Bunyi hukum Termodinamika I adalah “Energi tidak dapat diciptakan ataupun
dimusnahkan, melainkan hanya dapat diubah bentuknya saja.” Berdasarkan uraian
tersebut terbukti bahwa kalor (Q) yang diserap sistem tidak hilang. Oleh sistem, kalor ini akan diubah menjadi usaha luar (W) dan atau
penambahan energi dalam (U) (Sutini Pujiastuti Lestari, 2011).
2.3.2 Hukum Termodinamika II
Hukum kedua termodinamika dinyatakan dengan entropi. Pada hukum pertama,
energi dalam digunakan untuk mengenali perubahan yang diperbolehkan sedangkan
pada hukum kedua entropi digunakan mengenali perubahan spontan di antara
perubahan–perubahan yang diperbolehkan ini. Hukum kedua berbunyi entropi suatu
sistem bertambah selama ada perubahan spontan.
Proses irreversibel (seperti pendinginan hingga mencapai temperatur yang sama
dengan lingkungan dan pemuaian bebas dari gas) adalah proses spontan, sehingga proses
itu disertai dengan kenaikkan entropi. Proses irreversibel menghasilkan entropi,
sedangkan proses reversibel adalah perubahan yang sangat seimbang, dengan
sistem dalam keseimbangan dengan lingkungannya pada setiap tahap. Proses
reversibel tidak menghasilkan entropi, melainkan hanya memindahkan entropi
dari suatu bagian
sistem terisolasi ke
bagian lainnya (Atkins, 1999).
Sifat atau keadaan perilaku partikel dinyatakan dalam besaran entropi,
entropi didefinisikan sebagai bentuk ketidakteraturan perilaku partikel dalam
sistem. Entropi didasarkan pada perubahan setiap keadaan yang dialami partikel
dari keadaan awal hingga keadaan akhirnya.
Semakin tinggi entropi suatu sistem, semakin tidak teratur pula sistem tersebut, sistem menjadi lebih rumit, kompleks, dan sulit diprediksi. Untuk mengetahui konsep keteraturan, mula-mula kita perlu membahas hukum kedua termodinamika yang dikenal sebagai ketidaksamaan Clausius dan dapat diterapkan pada setiap siklus tanpa memperhatikan dari benda mana siklus itu mendapatkan energi melalui perpindahan kalor. Ketidaksamaan Clausius mendasari dua hal yang digunakan untuk menganalisis sistem tertutup dan volume atur berdasarkan hukum kedua termodinamika yaitu sifat entropi dan neraca entropi. Ketidaksamaan Clausius menyatakan bahwa:
dimana dQ mewakili perpindahan kalor pada batas sistem selama terjadinya
siklus, T adalah temperatur absolut pada daerah batas tersebut. Sedangkan dS
dapat mewakili tingkat ketidaksamaan atau nilai entropi.
Pada saat hukum kedua termodinamika diterapkan, diagram entropi sangat
membantu untuk menentukan lokasi dan menggambarkan
proses pada diagram
dimana koordinatnya adalah nilai
entropi. Diagram dengan salah satu sumbu koordinat berupa entropi yang sering
digunakan adalah diagram
temperatur-entropi (T-s).
Adapun penjelasan terdapat pada gambar berikut. Bentuk umum dari diagram
entropi dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada daerah uap
panas lanjut, garis-garis
volume spesifik konstan,
kemiringannya lebih curam dari garis-garis tekanan konstan.
Garis-garis
kualitas tetap ditunjukkan dalam daerah dua fase cair-uap. Pada beberapa gambar, garis kualitas uap tetap ditandai sebagai garis-garis
persen uap yang merupakan rasio massa cairan dengan massa total.
Pada daerah uap panas lanjut dalam diagram T-s, garis-garis entalpi
spesifik konstan hampir membentuk garis lurus pada saat tekanan berkurang.
Keadaan ini ditunjukkan pada daerah terarsir pada Gambar 2. Untuk keadaan pada
daerah ini, entropi ditentukan hanya dengan temperatur. Variasi tekanan antara
beberapa keadaan tidak berpengaruh besar.
![]() |
Gambar 2. Diagram Temperatur-Entropi (Sumber : Michael J. Moran dan Howard N. Shapiro, (2006) |
2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Dalam pembangkit listrik tenaga uap, energi primer yang dikonversikan
menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan dapat
berupa batubara (padat), minyak (cair), dan gas.
Konversi energi tingkat yang pertama yang terjadi di pembangkit listrik
tenaga uap adalah konversi energi primer menjadi energi panas (Kalor). Hal ini
dilakukan dalam ruang bakar dari ketel uap. Energi panas ini kemudian
dipindahkan ke dalam air yang ada dalam steam drum.
Uap dari steam
drum dialirkan ke turbin uap. Dalam
turbin uap, energi uap
dikonversikan menjadi energi mekanis
penggerak generator, dan akhirnya energi mekanik dari turbin uap dikonversikan
menjadi energi listrik oleh generator. Secara
skematis proses pembangkit listrik tenaga uap
dapat dilihat pada Gambar 3.
![]() |
Gambar 3. Skematik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles, 1994) |
Siklus ideal yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap
adalah siklus Rankine. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara
ditinjau dari fluida kerjanya yang mengalami perubahan fase
selama siklus pada saat evaporasi
dan kondensasi. Perbedaan lainnya secara termodinamika, siklus uap dibandingkan
dengan siklus gas adalah bahwa perpindahan kalor pada siklus uap dapat terjadi
secara isotermal.
Proses perpindahan kalor
yang sama dengan
proses perpindahan kalor pada siklus Carnot dapat dicapai pada
daerah uap basah dimana perubahan entalpi fluida kerja akan
menghasilkan penguapan atau kondensasi, tetapi
tidak pada perubahan temperatur.
Temperaur hanya diatur oleh tekanan uap fluida.
Kerja pompa pada siklus Rankine untuk menaikkan tekanan fluida kerja dalam
fase cair akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan pemampatan untuk campuran
uap dalam tekanan yang sama pada siklus carnot. Siklus Rankine ideal dapat dilihat
pada Gambar 4.
![]() |
Gambar 4. Siklus Rankine Sederhana (Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles, 1994) |
Siklus Rankine
ideal terdiri dari 4 tahapan proses :
1-2 kompresi isentropik
dengan pompa
2-3 penambahan panas dalam
boiler secara isobar
3-4 ekspansi isentropik
pada turbin
4-1 pelepasan panas pada kondenser secara
isobar dan isotermal
Air masuk pompa pada kondisi 1 sebagai cairan jenuh dan dikompresi sampai
tekanan operasi boiler. Temperatur
air akan meningkat selama kompresi isentropik karena menurunnya volume spesifik
air.
Air memasuki
boiler sebagai cairan terkompresi (compressed liquid) pada kondisi 2 dan akan
menjadi uap superheated pada kondisi 3. Dimana panas diberikan ke boiler pada
tekanan yang tetap. Boiler dan seluruh bagian yang menghasilkan steam ini
disebut steam generator.
Uap superheated
pada kondisi 3 kemudian akan
memasuki turbin untuk diekspansi
secara isentropik dan akan menghasilkan kerja untuk memutar shaft yang
terhubung dengan generator listrik sehingga dpat dihasilkan listrik. Tekanan dan temperatur dari steam akan turun selama proses ini menuju
keadaan
4 dimana steam akan masuk kondenser dan biasanya sudah berupa uap jenuh.
Steam ini akan dicairkan pada tekanan konstan didalam kondenser dan akan
meninggalkan kondenser sebagai cairan jenuh yang akan masuk pompa untuk
melengkapi siklus ini (Cengel dan Boles, 1994 : 553).
2.5 Komponen- komponen Boiler
a. Furnace (Ruang bakar)
Furnace (ruang
bakar) berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan bakar. Bahan bakar dan udara
dimasukkan ke dalam ruang bakar sehingga terjadi pembakaran. Dari pembakaran bahan bakar dihasilkan sejumlah panas dan nyala api/gas
asap. Dinding ruang bakar umumnya dilapisi dengan pipa-pipa.
Semakin cepat laju peredaran air, pendinginan dinding pipa bertambah baik
dan kapasitas steam yang dihasilkan bertambah besar.
Idealnya, furnace harus
memanaskan bahan sebanyak mungkin
sampai mencapai suhu yang seragam dengan bahan bakar. Kunci dari operasi
furncace yang efisien yaitu terletak pada pembakaran bahan bakar yang sempurna
dengan udara berlebih yang minim.
Furnace beroperasi dengan efesiensi
yang relatif rendah (paling
rendah 7%) dibandingkan dengan peralatan pembakaran lainnya seperti boiler
(dengan efisiensi lebih dari 90%). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang
tinggi dalam furnace. Secara umum bentuk ruang bakar terdiri atas dua jenis
yaitu :
1. Berbentuk silinder
2. Berbentuk kotak
Ruang bakar berbentuk silinder tegak, tube pada daerah radiasi dipasang
secara vertikal. Tube yang satu dengan yang lainnya disambung dengan
menggunakan U bend. Burner terletak pada bagian bawah, sehingga nyala api
sejajar dengan tube dapur.
Bentuk lantai adalah lingkaran, sedang burner dipasang di lantai dengan
arah pancaran api vertikal. Tube di ruang pembakaran dipasang vertikal. Furnace
jenis ini bisa didesain tanpa atau dengan ruang konveksi.
Jenis tube yang dipasang di ruang konveksi bisa bare tube, finned tube, tetapi
pada umumnya digunakan finned tube untuk mempercepat proses perpindahan panas
karena konveksi.
Furnace terdiri dari beberapa bagian utama yaitu :
1.
Stack (Cerobong asap)
Cerobong asap berfungsi untuk membuang gas asap yang tidak dipakai lagi ke
udara bebas, untuk mengurangi polusi disekitar instalasi boiler, sehingga
proses pembakaran dapat berlangsung dengan baik. Dengan cerobong asap
pengeluaran gas asap dapat lebih sempurna.
2.
Burner
Pada prinsipnya burner adalah transduser yang berguna untuk mengubah satu
bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Dalam kasus ini burner berfungsi
untuk mengubah energi kimia yang terdapat dalam bahan bakar, menjadi energi
panas di dalam furnace melalui suatu reaksi kimia dalam nyala api.
Kunci utama burner
adalah untuk membakar bahan bakar seefisien mungkin dan menghasilkan heat flux
yang optimum. Pada premix burner konvensional, bahan bakar dicampurkan dengan
udara primer yang mengalir ke dalam burner. Aliran udara primer harus dimaksimalkan tanpa menaikkan tinggi nyala api
dalam burner.
b. Steam Drum
Steam drum
merupakan tempat penampungan air panas dan pembangkitan steam. Steam masih
bersifat jenuh (saturated).
c. Superheater
Komponen ini
merupakan tempat pengeringan steam dan siap
dikirim melalui main steam pipe dan
siap untuk menggerakkan
turbin steam atau menjalankan proses industri.
d. Turbin Steam
Turbin steam
berfungsi untuk mengkonversi energi panas yang dikandung oleh steam menjadi
energi putar (energi mekanik). Poros turbin dikopel dengan
poros generator sehingga ketika turbin berputar generator juga ikut berputar.
e. Kondensor
Kondensor berfungsi
untuk mengkondensasikan steam
dari turbin (steam yang telah digunakan untuk memutar
turbin).
f. Generator
Generator berfungsi untuk mengubah energi putar dari turbin menjadi energi
listrik.
g. Economizer
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan air
dari air yang terkondensasi dari sistem sebelumnya maupun air umpan baru.
h. Safety valve
Komponen ini merupakan saluran buang steam jika terjadi keadaan dimana
tekanan steam melebihi kemampuan boiler menahan tekanan steam.
i. Blowdown valve
Komponen ini
merupakan saluran yang berfungsi membuang endapan yang berada di dalam pipa
steam.
2.6 Turbin Uap
Turbin uap adalah
mesin tenaga yang berfungsi untuk mengubah energi thermal (energi
panas yang terkandung
dalam uap) menjadi
energi poros (putaran). Sebelum energi termal (enthalpy) diubah menjadi energi poros, energi
tersebut diubah menjadi energi kinetik. Secara umum, sebuah turbin uap secara
prinsip terdiri dari dua komponen berikut (Yunus, 2010):
1. Nosel (nozzle), dimana
energi panas dari
uap tekanan tinggi
diubah menjadi energi kinetik,
sehingga uap keluar
nosel dengan kecepatan sangat tinggi.
2. Sudu, yang merubah arah dari uap yang disemprotkan nosel, sehingga akan
bekerja gaya sudu karena perubahan momentum
memutar turbin.
2.6.1 Prinsip Kerja Turbin Uap
Suatu turbin dapat
terdiri dari satu
dua atau banyak
silinder yang merupakan mesin
rotasi berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi mekanik. Tiap silinder
memiliki sebuah rotor yang disangga oleh bantalan- bantalan.
Rotor-rotor
tersebut disambung menjadi satu termasuk rotor generator. Ruang diantara rotor dengan rumah turbin (casing)
terdiri dari rangkaian sudu- sudu tetap dan sudu-sudu gerak yang dijajarkan
berselang-seling.
Sudu-sudu tetap
dipasang disekeliling bagian dalam rumah turbin, sedang rangkaian sudu gerak
dipasang pada rotor. Bila kedalam turbin dialirkan uap, maka energi panas yang dikandung uap akan diubah menjadi energi
mekanik dalam bentuk putaran poros.
Mula-mula energi
panas dalam uap diubah terlebih dahulu menjadi energi kinetik (kecepatan)
dengan cara melewatkan uap melalui nosel-nosel. Uap berkecepatan tinggi
kemudian diarahkan ke sudu-sudu sehingga menghasilkan putaran poros
turbin dimana energi
mekanik ini selanjutnya
dapat digunakan untuk
menggerakkan generator, pompa dan sebagainya.
Perubahan energi
panas menjadi energi kinetik terjadi didalam nosel (sudu diam) turbin,
sedangkan perubahan energi kinetik menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran
rotor turbin terjadi pada sudu jalan turbin.
Jadi didalam turbin, uap mengalami proses ekspansi yaitu penurunan tekanan
dan mengalir secara kontinyu. Akibat pengurangan tekanan uap didalam rangkaian
sudu-sudu, maka kecepatan uap meningkat sangat tinggi.
Kecepatan aliran uap tersebut akan bergantung pada selisih banyaknya panas
uap sebelum dan sesudah ekspansi. Selisih banyaknya panas uap sebelum dan
sesudah ekspansi didalam turbin dinamakan penurunan panas/heat drop (Pusdiklat
PLN, 2006).
2.6.2 Klasifikasi Turbin Uap
Ditinjau dari cara kerja trasfer energi uap ke poros, turbin uap dapat
dibedakan atas dua tipe:
a. Turbin impuls
b. Turbin reaksi
a. Turbin Impuls
Turbin impuls pertama kali dibuat oleh Branca pada tahun 1629. Dimana
pancaran uap yang
keluar dari nosel
menghembus daun-daun rotor
(disebut blades) sehingga rotor berputar.
Sudu impuls juga disebut sudu aksi atau sudu tekanan tetap, adalah sudu
dimana uap mengalami ekspansi hanya dalam sudu-sudu tetap. Sudu-sudu tetap
berfungsi sebagai nosel (saluran pancar) sehingga uap yang melewati akan
mengalami peningkatan energi kinetik.
Turbin impuls adalah turbin yang mempunyai roda jalan atau rotor dimana
terdapat sudu-sudu impuls. Sudu-sudu impuls mudah dikenali bentuknya, yaitu
simetris dengan sudut masuk ϕ dan sudut keluar γ yang sama (20o), pada turbin biasanya ditempatkan pada bagian
masuk dimana uap bertekanan tinggi dengan volume spesifik rendah. Bentuk turbin
impuls pendek dengan penampang yang konstan.
Ciri yang lain adalah secara
termodinamika penurunan energi terbanyak pada nosel, dimana pada nosel terjadi
proses ekspansi atau penurunan tekanan. Sudu-sudu turbin uap terdiri dari sudu
tetap dan sudu gerak. Sudu tetap berfungsi sebagai nosel dengan energi kinetik
yang naik, sedangkan pada sudu bergerak tekanannya konstan.
Proses perubahan atau
konversi energi pada
turbin mulai terjadi
pada nosel, yaitu ekspansi fluida gas pada nosel. Pada proses ekspansi
di nosel, energi fluida dan tekanan mengalami penurunan. Berbarengan dengan
penurunan energi dan tekanan, kecepatan fluida gas naik karena proses ekspansi.
Kemudian, fluida gas dengan energi kinetik tinggi menumbuk sudu turbin dan
memberikan sebagian energinya ke sudu,
sehingga sudu pun
bergerak. Perubahan energi
dengan tumbukan fluida di sudu adalah azas impuls.
Perubahan energi dengan azas reaksi, sudu turbin reaksi berfungsi seperti
nosel. Hal ini berarti, pada sudu turbin reaksi terjadi proses ekspansi, yaitu
penurunan tekanan fluida
gas dengan dengan
dibarengi kenaikan kecepatan.
Prinsip reaksi adalah gerakan melawan aksi, jadi dapat dipahami dengan
kenaikan kecepatan fluida gas pada sudu
turbin reaksi, sudu turbin pun akan
bergerak sebesar nilai kecepatan tersebut dengan arah yang berlawanan.
Proses ekspansi dapat dilihat pada Gambar 5.
![]() |
Gambar 5. Proses Ekspansi Pada Nozle (Masagus S Rizal, 2013) |
b. Turbin reaksi
Turbin ini dirancang pertama oleh Hero, 120 tahun sebelum Masehi.
Reaksidari pancaran uap yang keluar dari ujung pipa yang disebut Nozel.
Dalam suatu turbin yang terdiri dari 100% sudu-sudu reaksi, maka sudu- sudu
gerak juga berfungsi sebagai nosel-nosel sehingga uap yang melewatinya akan
mengalami peningkatan kecepatan dan penurunan tekanan. Peningkatan kecepatan
ini akan menimbulkan gaya reaksi yang arahnya berlawanan dengan arah kecepatan
uap.
![]() |
Gambar 6. Prinsip Dasar Sudu Reaksi dan Sudu Impuls (Sumber: Pusat Pendidikan dan Pelatihan PT. PLN (Persero) (2006)) |
2.7 Proses Pembakaran
Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi
panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya
jika ada pasokan oksigen yang cukup. Dalam setiap bahan bakar, unsur yang mudah
terbakar adalah karbon, hidrogen dan sulfur.
Dalam proses
suatu pembakaran jika
tidak ada cukup
oksigen, maka karbon tidak akan
terbakar seluruhnya, contohnya sebagai berikut :
Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat
dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan
pengontrolan “tiga T” yaitu:
a. T- Temperatur
Temperatur yang digunakan untuk
pembakaran yang baik harus
cukup tinggi sehingga dapat
menyebabkan terjadinya reaksi kimia.
b. T- Turbulensi
Turbulensi yang tinggi menyebabkan terjadinya pencampuran yang baik antara
bahan bakar dan pengoksidasi.
c. T- Time
Waktu harus
cukup agar input
panas dapat terserap
oleh reaktan sehingga berlangsung proses termokimia.
Dalam proses
pembakaran tidak terlepas dari penyalaan yaitu sebuah keadaan transisi dari
tidak reaktif ke reaktif karena rangsangan atau dorongan eksternal yang memicu
reaksi termokimia diikuti dengan transisi yang cepat sehingga pembakaran dapat
berlangsung. Penyalaan terjadi bila panas yang dihasilkan oleh pembakaran lebih
besar dari panas yang hilang ke lingkungan.
Dalam proses
penyalaan ini dapat dipicu oleh energi thermal yang merupakan transfer energi
thermal ke reaktan oleh konduksi, konveksi, radiasi atau kombinasi dari ketiga
macam proses tersebut, Kimia yaitu dengan memasukan bahan kimia reaktif.
Temperatur
adiabatik merupakan temperatur teoritis maksimum yang dicapai oleh
produk-produk pembakaran bahan bakar dengan oksigen atau udara. Temperatur
adiabatik tejadi pada udara lebih sama dengan nol (kondisi stokiometrik). Namun temperatur adiabatik juga bisa tidak tercapai hal ini disebabkan
oleh:
a. kehilangan panas
yaitu proses pembakaran tidak terjadi seketika. Pembakaran yang cepat kana
mereduksi kehilangan panas. Akan tetapi jika pembakaran berjalan lambat maka
gas terdinginkan dan akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna.
b. terjadinya diasosiasi CO2 dan H2O
pada temperatur diatas 300 0F, CO2 dan H2O
terdisosiasi dengan menyerap panas. Jika gas mendingin produk disosiasi
berekombinasi dan melepas energi disosiasinya. Jadi panasnya tidak hilang akan
tetapi temperatur nyala katual lebih rendah. (hidayat: 2004).
Rumus empiris untuk pembakaran temperatur adiabatik :
Dimana :
Tad : Temperatur Adiabatik (0F)
T0 : Temperatur Udara Pembakaran (0F)
hf : panas pembakaran (Btu/lb)
2.7.1 Kebutuhan Udara Pembakaran
Dalam suatu pembakaran perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang
peranan yang penting dalam menentukan hasil proses pembakaran. Rasio campuran
bahan bakar dan udara dapat dinyatakan dalam beberapa parameter yang lazim
antara lain AFR (Air Fuel Ratio), FAR (Fuel Air Ratio), dan Rasio Ekivalen (φ).
2.7.2 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio/AFR)
Rasio ini merupakan parameter yang paling sering digunakan dalam
mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara
dengan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung
sebagai adalah jumlah mol bahan bakar.
2.7.3 Rasio Bahan Bakar-Udara (Fuel Air Ratio/ FAR)
Rasio bahan bakar-udara merupakan kebalikan dari AFR yang dirumuskan
sebagai berikut :
FAR dan AFR dapat juga dinyatakan
dalam perbandingan volume. Untuk bahan bakar gas, perbandingan volume lebih
sering dipergunakan karena sebanding dengan perbandingan jumlah mol.
2.7.4 Rasio Ekivalen
(Equivalent Ratio,)
Rasio ini termasuk juga rasio yang umum digunakan. Rasio ekivalen
didefinisikan sebagai perbandingan antara rasio udara-bahan bakar (AFR)
stokiometri dengan rasio udara-bahan bakar (AFR) aktual atau juga sebahgai
perbandingan anatara rasio bahan bakar-udara (FAR) aktual dengan rasio bahan
bakar-udara (FAR) stoikiometri (Mahandri,2010:10).
2.8 Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan pada uji kinerja prototipe pembangkit uap
yang dirancang adalah
solar dan LPG. Berikut adalah
pembahasan mengenai kedua jenis
bahan bakar tersebut.
2.8.1 Solar
Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak nabati hasil destilasi dari
minyak bumi mentah. Bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih.
Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin
diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan
sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur kecil yang
terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa juga disebut Gas
Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel (Pertamina, 2005). Bahan bakar solar
mempunyai sifat-sifat utama, yaitu:
a. Warna sedikit kekuningan dan berbau
b. Encer dan tidak mudah menguap pada suhu normal
c.
Mempunyai
titik nyala yang tinggi (40 °C sampai 100°C)
d. Terbakar secara spontan pada suhu 350°C
e.
Mempunyai
berat jenis sekitar 0,82 – 0,86
f. Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg)
g. Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar daripada bensin. Berikut
spesifikasi solar dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel
1. Spesifikasi Solar
2.8.2 LPG
LPG (liquified petroleum gas) adalah campuran dari berbagai unsur
hidrokarbon yang berasal dari gas alam atau kilang crude oil. Dengan menambah
tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair.
Komponennya didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga mengandung
hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan pentana
(C5H12). Sebagai bahan bakar, gas LPG mudah terbakar apabila terjadi
persenyawaan di udara (PT. Aptogas Indonesia, 2015)
Rasio antara volume
gas bila menguap
dengan gas dalam
keadaan cair bervariasi
tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasaya sekitar 250:1.
Adapun spesifikasi LPG dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi LPG
2.9 Perpindahan Kalor
Perpindahan Kalor adalah bentuk kalor yang dapat berpindah dari benda
yang bersuhu tinggi
ke benda yang
bersuhu rendah. Sedangkan
kalor ini merupakan suatu
bentuk energi atau
dapat juga didefinisikan
sebagai jumlah panas yang ada
dalam suatu benda.
2.9.1 Macam-macam Perpindahan Kalor
Perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui 3 cara, yaitu Konduksi,
Konveksi dan Radiasi.
1.Konduksi ( Hantaran ).
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari
daerah yang bertemperatur tinggi
ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium
(padat, cair, atau gas) atau antara medium –medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.
Perpindahan Panas Konduksi pada dinding dapat dilihat pada gambar 7.
![]() |
Gambar 7. Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding (Sumber : J.P. Holman, hal :33) |
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah
berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut.
Persamaan Dasar Konduksi :
Keterangan :
q = Laju Perpindahan Panas (kj /det,W)
k = Konduktivitas Termal (W/m.0C)
A = Luas Penampang (m2)
dT = Perbedaan Temperatur (0C, 0F)
T = Perubahan Suhu (0C, 0F)
dX = Perbedaan Jarak (m/det)
dT/dx = gradient
temperatur ke arah perpindahan kalor. Konstanta positif “k) disebut
konduktifitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan tanda minus
disisipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir
ke tempat yang lebih rendah dalam skala temperatur. ( J.P. Holman, hal :2)
hubungan dasar
aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradien yang terdapat pada permukaan tersebut
berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap aktu yang dikenal
dengan hukum fourier. Dalam penerapan hukum Fourier (persamaan 6) pada suatu
dinding datar, jika persamaan tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan,
(J.P. Holman, hal : 26)
Tetapan
kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang disebut
konduktivitas termal. Persamaan (6) merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal.
Berdasarkan
rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk
menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.
Konduktivitas termal pada berbagai bahan dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Daftar Tabel 3. Konduktivitas Termal Berbagai Bahan pada 0C
2.Konveksi (aliran)
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran dari bagian
panas ke bagian yang dingin. Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan
panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection).
Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena
suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free/ natural
convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa/ eksitasi dari
luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida
mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi
paksa (forced convection). Berikut gambar perpindahan panas konveksi dapat
dilihat pada gambar 8.
![]() |
Gambar 8. Perpindahan Panas Konveksi Sumber : (J.P. Holman, hal: 252) |
Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir di dalam saluran
tertutup seperti pada gambar merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju
perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan, (J.P.
Holman, 1994 hal: 11)
Keterangan :
Q = Laju Perpindahan Panas (kJ/det atau W)
h = Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (W/m2.0C)
A = Luas Bidang Permukaan Perpindahan Panas (ft2.m2)
Tw= Temperatur
Dinding (0C. K)
Tz= Temperatur
Sekeliling (0C. K)
Perpindahan panas pada sistem radial silinder dapat
dilihat pada gambar 9 berikut.
![]() |
Gambar 9. Perpindahan Panas pada Sistem Radial Silinder (Sumber : J.P. Holman , 1991 hal :30) |
Perbedaan suhu di
silinder adalah Ti – To.
Untuk silinder dengan panjang yang sangat besar dibandingkan dengan diameter,
dapat diasumsikan bahwa kalor mengalir dalam arah radial. Luas area bagi aliran
kalor
Jika silinder
mempunyai dinding berlapis, dapat digunakan konsep tahanan termal. Pada gambar
, dimisalkan dinding silinder dilapisi oleh dua lapisan isolasi untuk mencegah
kalor keluar atau masuk seperti pada gambar 10
![]() |
Gambar 10. Perpindahan Kalor pada Dinding Silinder Berlapis (Sumber : J.P. Holman , 1991 hal :30) |
Persamaan
Fourier untuk kasus ini dapat ditulis :
Mau donasi lewat mana?
Donate with PaypalGopay-